Ann Nixon Cooper
Oleh Iman Supriyono, konsultan senior pada SNF Consulting
“Pemilu kali ini memiliki banyak hal baru luar biasa yang akan dikenang oleh generasi anak cucu. Tetapi malam ini ingatan saya justru tertuju pada seorang perempuan di sebuah TPS di Atlanta. Sekilas perempuan ini juga tidak berbeda dengan jutaan orang lainnya yang antri berbaris menunggu giliran mencoblos. Kecuali suatu hal. Perempuan itu, Ann Nixon Cooper, telah berusia 106 tahun. Ia lahir pada jaman perbudakan. Jaman ketika belum ada mobil di jalan raya dan pesawat terbang di langit. Jaman ketika seseorang seperti dirinya tidak dapat mencoblos dengan dua alasan. Karena ia seorang wanita dan karena warna kulitnya……..”
“Amerika telah melalui perjalanan panjang. Tetapi masih banyak hal yang harus dikerjakan. Maka paad malam ini, mari bertanya pada diri kita sendiri. Andai saja anak anak kita kelak dikaruniai umur seabad lebih. Andai saja anak-anak saya dikarunia umur seperti Ann Nixon Cooper. Perubahan seperti apa yang akan mereka saksikan? Kemajuan seperti apa yang akan kita buat?….”
■■■
Itulah terjemahan potongan satu satunya pidato presiden yang menjadikan saya terharu. Menitikkan air mata. Serius. Perlu Anda ketahui, saya tidak termasuk orang yang melankolis. Jarang sekali air mata mengalir. Apa lagi untuk sebuah pidato dari seorang presiden negeri yang sering bikin hati dongkol. Pidato presiden negeri saya sendiri, Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, dan Pak SBY, belum ada yang berhasil melelehkan air mata. Mengapa justru pidato Obama?
Ada banyak alasan. Tetapi, kisah tentang Ann Nixon Cooper yang dipakai Obama untuk menjelaskan tentang sebuah perubahan dari abad ke abad itulah yang sangat menyentuh. Perubahan dari sebuah negeri perbudakan, pelecehan terhadap wanita, perang antara penduduk asli Indian dengan kulit putih asal Eropa, menjadi sebuah negeri dengan ekonomi terkuat dunia.
Secara orang per orang, kemampuan warga amerika mencari duit berada pada urutan ke 12. Menurut IMF, mereka rata rata bisa mencari duit sekitar sebesar Rp 40 juta perkepala perbulan. Qatar misalnya jauh mengungguli Amerika. Petrodollar ini berada di urutan ke 3 dengan sekitar Rp 80 juta perkepala perbulan. Amerika juga kalah dengan Denmark, Swedia, Swiss, dan Belanda. (Indonesia? Hanya sekitar Rp 1,5 juta perbulan).
Lalu, mengapa Amerika jadi negara terkaya dunia? Tidak lain adalah karena Amerika berpenduduk 301 juta orang. Bandingkan dengan Qatar yang hanya 800 ratusan ribu orang. Tidak genap satu juta. Maka, kumpulan kemampuan 301 juta orang di Amerika mampu menjadikannya sebagai negeeri terkaya dengan Produk Domestik Bruto lebih dari USD 13 Trilyun. Kumpulan dari ranking ke 2-5 yaitu Jepang, Jerman, Cina dan Inggris baru setara dengan Amerika. Itulah gambaran kekuatan negeri kecintaan Ann Nixon Cooper.
Semangat menggalang kekuatan bisa kita adopsi di dunia bisnis. semangat bergabung, bersatu, alias merger. Nestle misalnya, sepanjang sejarah perjalanan 142 tahun sejak berdiri berkali kali melakukannya. Nestle kini adalah hasil merger dengan bebererapa perusahaan sejenis secara bertahap. Anglo-Swiss Condensed Milk Co, Peter Cailler Kohler Chocolats Suisses S.A., Maggi, dan Ursina-Franck adalan beberapa perusahaan yang telah merger dengan Nestle yang kini beromset lebih dari Rp 900 trilyun pertahun ini.
Sebagai gambaran, Muhammadiyah di Jawa Timur punya lebih dari 900 sekolah, puluhan perguruan tinggi, puluhan rumah sakit, ratusan unit koperasi jasa keuangan mikro syariah BTM dan BPR dan masih banyak lagi. Belum lagi secara nasional. Sayang selama ini masih terpisah-pisah walaupun tentu sudah ada koordinasi. Andai saja ada merger, akan ada sebuah rumah sakit dengan unit layanan luas di berbagai daerah. Tentu dengan satu rekening bank sehingga kekuatan finansialnya menjadi sangat besar. Akan ada koperasi BTM besar tidak kalah dengan bank besar.
Bagaimana caranya? Dua atau lebih badan hukum bisnis bisa melebur menjadi satu dengan mekanisme merger. Atau yang lebih sederhana: perusahaan yang lebih besar membeli saham mayoritas dari perusahaan yang lebih kecil alias melalui jalan akuisisi. Cara ini misalnya pernah dilakukan oleh Carrefour Indonesia dengan membeli saham mayoritas PT Alfa Ritailindo pemilik jaringan hipermarket Alfa Gudang Rabat. Setelah dibeli, brand Alfa Gudang Rabat kemudian diubah menjadi Carrefour. Dimerger! Dengan cepat, Carrefour menjadi ritel terbesar di tanah air melalui akuisisi Alfa Gudang Rabat.
Apa keuntungan bagi Alfa group? Alfamart langsung melejit menjadi jaringan minimarket terbesar di tanah air setelah dana segar dari Carrefour dikucurkan. Yang besar dijadikan kecil kecil dalam jumlah jauh lebih banyak. Konsentrasi pada minimarket dengan menjual hipermarket. Transaksi akuisisi yang menjadikan baik Carrefour maupun Alfamart menjadi terbesar.
Anda mungkin sudah sangat tertarik untuk Merger dan Akusisi. Pertanyaannya…terus uangnya dari mana? Pemegang saham dari perusahaan yang dibeli bisa memasukkan dananya ke perusahaan yang lebih besar sebagai modal setor baru. Semacam tukar guling saham untuk membentuk sebuah perusahaan yang lebih besar. Tentu dengan menyelesaikan segala urusan administrasi, legalitas dan pajaknya.
Merger dan akuisisi akan mempermudah jalan sebuah perusahaan menjadi terbesar. Super power. Seperti Nestle. Seperti Amerika. Ini tentu saja juga berlaku untuk perusahaan milik Anda para pengusaha. Mari merger! Mari akuisisi! Anda akan merasakannya! Seperti apa yang dirasakan Ann Nixon Cooper yang melelehkan air mata haru. Coba renungkan: Andai dikarunia umur panjang 106 tahun, Anak Anda akan merasakan perkembangan seperti apa? Adakah titik air mata haru karenanya? Nampaknya kita harus ikut semboyan Obama: Yes We Can! Akusisi kita bisa! Merger kita bisa!
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Matan, terbit di Surabaya, dengan tambahan dan editing seperlunya.
Perlu bantuan untuk merger dan akuisisi untuk perusahaan Anda? Hubungi SNF Consulting