Oleh Iman Supriyono, Konsultan pada SNF Consulting
Hari-hari deadline untuk tulisan ini saya sedang kedatangan tamu seorang kawan dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Pak Azhar namanya, adalah seorang dosen muda di bidang bahasa arab alumni sebuah perguruan tinggi di Maroko. Bapak empat putra dan tiga putri (dalam hal ini saya kalah satu angka –anak saya hanya 6- walaupun saya juga masih punya alasan karena dia lebih tua 4 tahun dibanding saya….he..he…he).
Disamping untuk bersilaturahim karena memang belum pernah pergi ke Surabaya, tamu saya ini punya beberapa agenda. Salah satunya adalah mencari profesor di bidang bahasa arab untuk penguji desertasi calon doktor kampusnya. “UI” nya Malaysia ini kini sedang mencari penguji untuk tiga desertasi bidang bahasa arab yang mangkrak karena tidak ada profesor yang berhak menguji. Profesor bahasa arab.
Segeralah saya terbayang IAIN Sunan ampel. Saya segera mengontak pihak pascasarjana kampus di jalan Ahmad Yani ini. Pertemuan dengan Asisten Direktur Pascasarjana bidang Administrasi, Pak Ali Mufrodi, menjadi hangat karena kebetulan ada ikatan emosional. Pak Ali alumni Gontor dan Pak Azhar adalah wali santri Gontor. Namun demikian, keperluan utama belum tercapai. Pak Azhar belum menemukan profesor bahasa arab untuk membantu tiga mahasiswa program doktornya segera lulus.
Kebutuhan ini baru terpenuhi tatkala bertemu Direktur Pascasarjana, Pak Zahro. Beliau mereferensikan Pak Saidun Fiddaroini sekaligus memberi nomor Hpnya. Segeralah saya menghubunginya dan membuat janji pertemuan. Betapa senangnya hati ini karena Pak Azhar telah menemukan orang yang selama ini dicari. Pak Saidun memenuhi kriteria yang dibutuhkan: profesor di bidang bahasa arab dengan tiga karya tulis terakhir dibidangnya. Selanjutnya, Pak Saidun menunggu proses administratif untuk terbang ke Universiti Malaya sebagai dosen penguji desertasi bidang bahasa Arab. Semoga tidak ada aral melintang.
Ada sesuatu yang menarik dari peristiwa di atas dari kacamata Anda para investor dan investee. Ini yang menarik: bagaimana membangun sebuah keunggulan dalam persaingan. Pak Saidun memberikan gambaran tentang sebuah keahlian spesifik yang menjadi sumber keunggulan. Keahlian spesifik yang bertemu dengan kebutuhan “pasar”. Maka…keahlianpun menjadi sesuatu yang mahal.
Dalam membangun sebuah asset yang produktif, seorang investor selalu berkerja sama dengan investee yaitu para pebisnis. Ini ibarat dua sisi dari koin uang yang tidak mungkin dipisahkan. Para investor membutuhkan para pebisnis untuk mengelola assetnya. Sebaliknya, para pebisnis membutuhkan para investor untuk menggenjot usahanya. Klop.
Jadi, sebuah usaha (perusahaan) sebenarnya adalah titik pertemuan antara investor dan investee. Keduanya juga harus “bertemu” untuk menjadikan perusahaan unggul dalam persaingan bisnis yang semakin sengit.
Keahlian yang spesifik adalah salah satu sumber keunggulan. Dalam kerangka Michael Porter, sumber keunggulan ini disebut differensiasi. Diferensiasi adalah strategi generik disamping dua strategi lain: cost leadership dan fokus. Differensiasi berarti menghasilkan produk dengan kualitas sedemikian tinggi sehingga dijual dengan harga premiumpun tetap laku. Cost leadership berarti membuat produk (massal) dengan ongkos produksi rendah sehingga bisa dijual dengan harga rendah dan tetap untung. Fokus berarti memilih segment pasar tertentu dan melayaninya dengan pelayanan terbaik.
Pak Saidun telah mendemonstrasikan bagaimana memiliki kualitas akademik terdeferensiasi dan bisa “dijual” ke negeri jiran. Tentu saja dengan ringgit yang bagus. Gaji guru SMA disana sekitar 2500 ringgit bagi fresh graduate (sekitar Rp 7,5 juta) dan bisa mencapai RM 6500 (Sekitar Rp 19 Juta) bagi yang senior. Bagaimana kalau profesor? Seberapa terdeferensiasikah Anda?
Iman Supriyono ( imansupri@snfconsulting.com )
Managing partner SNF Consulting