Habitus Baru Kebijakan Finansial

Judul buku : Memahami, mengukur,dan Meningkatkan Financial Spiritual Quotient untuk keunggulan diri, perusahaan & masyarakat
Penulis : Iman Supriyono
Penerbit : SNF Consulting, Surabaya
Peresensi : J.Sumardianta
( www.snfconsulting.com )
Cetakan : 4
Tebal : XX + 444 Halaman —–

Ahmad Baidlowi, bukan nama sebenarnya, seorang pengusaha sol sepatu sukses. Ia membuka usaha di sentra industri sepatu di Jawa Timur. Di masa kejayaan, ia sangat dipercaya pemasok. Senantiasa dikirimi barang dagangan bernilai miliaran rupiah tanpa membayar terlebih dulu. Di menara kesuksesan Baidlowi terlena. Ia mengidap sindrom kepuasan finansial dini. Sebuah sedan baru berharga dua ratus juta rupiah dibeli dengan cara mengangsur. Ia ingin, dalam pergaulan sosial, memeragakan diri sebagai orang sukses.

Baidlowi menikah lagi dengan istri kedua di luar kota. Ia sungguh menikmati hidup sebagai pengusaha makmur. Anak-anak disekolahkan di perguruan swasta favorit dengan iuran mahal. Anak-anak dibiasakan hidup di lingkungan orang kaya. Sekolah diantar jemput mobil bagus. Belajar di kelas berpendingin ruangan. Tahun 2003 industri sepatu lesu. Banyak pengusaha sepatu gulung tikar. Bisnis Baidlowi pun kena imbas. Omset sol sepatu terus menukik turun. Sementara gaya hidup tetap berpacu di atas ban berjalan hedonisme (hedonic treadmill). Pola hidup Baidlowi seperti tikus hamster dalam jebakan putar. Kenaikan pendapatan diikuti dengan kenaikan kebutuhan pencetus keinginan (need create want). Semakin kencang hamster berlari semakin banter pula putaran jebakannya.

Satu demi satu bilyet giro (BG) yang dipegang pemasok ditolak bank. Pemasok enggan berurusan dengan Badlowi. Bagai lenyap ditelan bumi, Baidlowi menghilang dari peredaran di tengah derasnya tagihan bertubi relasi bisnis. Sindrom ejakulasi finansial dini bersama sindrom SMS kuadrat (senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain sukses) merupakan patologi endemik yang merajalela di kalangan masyarakat.

Ahmad Baidlowi, meminjam kerangka berpikir Iman Supriyono, dalam buku FSQ, merupakan contoh ekstem manusia yang tidak cerdas finansial spiritual (FSQ). Buku FSQ didesain Iman Supriyono, konsultan strategic finance, buat membantu khalayak memahami mekanisme finansial yang ditempatkan di atas landasan kokoh kecerdasan spiritual. Profil manusia cerdas finansial spiritual, menurut direktur SNF Consulting Surabaya itu, adalah orang yang memiliki kejujuran dan setia pada komitmen.

Financial Spiritual Quotient (FSQ) dengan rumusan numerik Financial Quotient (FQ) memberikan framework operasional bagaimana mencapai prestasi finansial dengan tetap berpegang pada nilai-nilai spiritual dalam kondisi sedilematis apa pun. Rumusan numerik perhitungan skor FQ memacu orang untuk cerdas mencari uang dengan sumber-sumber halal, terbebas dari perbuatan tercela dan ketergantungan pada orang lain. Makin tinggi skor FQ, makin sukses finansial spiritualnya.

Skor FQ menunjukkan jumlah orang yang bisa mendapatkan manfaat finansial melalui kerja dan investasi si pemilik skor tersebut. FQ 1 mampu menanggung beban finansial satu orang (diri sendiri). FQ 2 mampu menanggung beban finansial 2 orang, yaitu dirinya sendiri dan satu orang lain yang beban finansialnya setara dirinya. FQ 3 mampu menanggung beban finansial 3 orang, yaitu dirinya sendiri, dan dua orang lain yang setara dengannya. Prestasi FSQ orang tua dianggap gemilang bila anak-anaknya bisa mencapai FQ 1 maksimum usia 12 tahun. Ibarat kuliah orang tua dianggap DO bila anak-anak mereka mengidap mentalitas 12 M: Madep mantep melu moro tuwa. Moro tuwa nesu minggat. Moro tuwa mati maris (Berteguh hati hidup bersama mertua. Mertua marah, pergi. Mertua meninggal, nunggu pembagian harta warisan).

With money you can buy: a house, a clock, a bed, a book, a position, blood, sex, and see a doctor. But you can’t buy a home, time, sleep, knowledge, respect, life, love, and good health (Dengan uang Anda bisa membeli rumah, jam, tempat tidur, jabatan, darah, dan berobat ke doctor. Kendati demikian Anda tidak bisa membeli hunian yang damai, waktu, istirahat nyaman, pengetahuan, kehormatan, kehidupan, cinta, dan kesehatan).

Peribahasa Tiongkok modern perihal uang tadi kiranya relevan buat mengapresiasi profil-profil manusia yang cerdas finansial spiritual sebagaimana dikisahkan Iman Supriyono secara inspirasional dalam buku FSQ.

Uang bukan segala-galanya tapi tanpa uang menjadi susah segala-galanya. Kopral Satu (Koptu) Wagimin adalah serdadu kelahiran Caruban, Madiun, yang berdinas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Gajinya tidak lebih dari 1 juta rupiah per bulan. Koptu Wagimin adalah tentara berpangkat rendah tapi FSQ-nya tinggi. Mula-mula ia berhutang dengan agunan gaji buat membeli sapi. Ia menitipkan sapi-sapinya pada para transmigran Jawa di Pelaihari �60 kilometer selatan Banjarmasin.

Seekor induk sapi biasanya beranak setahun sekali. Dengan 24 ekor sapi betina, setiap tahun Koptu Wagimin memperoleh 24 pedet (anakan sapi). Dengan sistem nggaduh (bagi hasil) itu pemilik dapat bagian 12 ekor sapi. Harga seekor sapi yang sudah bisa dipisah dari induknya paling murah Rp 3 juta. Artinya, Koptu Wagimin mendapat income Rp 3 juta dari seekor anak sapi setiap bulan. Pangkat kopral gaji jenderal. Kehidupan Koptu Wagimin migunani tumraping liyan (berguna bagi sesama). Alhadits mengajarkan sebaik-baiknya orang adalah yang paling berfaedah bagi sesamanya. Koptu Wagimin tidak hanya menghidupi keluarga melainkan memberi lapangan kerja buat masyarakat pedesaan yang nggaduh sapi-sapinya.

***

Fuad Fanani, bukan nama sebenarnya, manajer pemasaran sebuah perusahaan asuransi papan atas di Jakarta, ingin berterima kasih kepada orang tuanya. Dia bekerja keras dan menabung agar orang tuanya yang sudah mulai renta bisa menunaikan ibadah haji. Senyum bahagia kedua orang tua mengenakan ihram di Mekah dan Madinah se

nantiasa membayangi Fanani setiap hari. Suara azan merdu dari Masjidil Haram seakan mengiang di alam bawah sadarnya. Semangat kerja yang goyah di tepian rutinitas monoton kembali terdongkrak tatkala Fanani teringat nazarnya. Fanani akhirnya bisa memberangkatkan kedua orang tuanya menunaikan rukun Islam kelima pada 2007.

Kullu mauludin yuladu alal fitrah. Setiap manusia dilahirkan dalam fitrah. Begitu bunyi potongan sebuah hadits. Setiap orang dibekali fitrah untuk belajar menjadi orang yang cerdas finansial spiritual. Orang yang memiliki komitmen kuat pada keluhuran, dalam bahasa Arab, disebut ilah. Koptu Wagimin dan Fuad Fanani adalah orang yang setia pada nilai-nilai spiritual dalam kondisi dilematis apa pun. Orang yang memiliki visi paripurna kokoh hidup dengan satu tujuan berbakti kepada Sang Pencipta. (*)

J.Sumardianta, Guru Sosiologi SMA Kolose De Britto Jogjakarta

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *