Investing Society

Oleh: Iman Supriyono, CEO, konsultan dan penulis buku-buku manajemen pada PT SNF Consulting *)

“Ekonomi kita dikuasai kapitalis asing!”.  Saya yakin Anda pernah mendengarkan atau membaca ungkapan seperti itu. Sebuah ungkapan galau akan kondisi ekonomi negeri ini yang memang hampir semua sektor dikuasai perusahaan-perusahaan asing.

Sekedar gambaran, pada tahun 90-an di Surabaya salah satu resto ayam paling terkenal dan diminati masyarakat adalah  Ny Suharti yang berlokasi di jalan Sulawesi. Saat itu, kalau jam makan, untuk bisa masuk pun harus antri luar biasa.  Ny Suharti menjadi resto ayam goreng top.

Bagaimana saat ini? Ayam goreng Ny. Suharti memang masih berdiri dengan lokasi dan gedung seperti semula. Tapi peminatnya turun drastis. Jam makan pun tampak sepi. Anak-anak muda saat ini sudah  mengalami perubahan selera. Mereka lebih familiar dengan ayam goreng tepung berbumbu saus ala KFC. Dan…KFC pun hadir secara masif di Surabaya dan juga kota-kota lain mengalahkan warung-warung ayam dengan bumbu tradisional seperti Ny.Suharti.

KFC adalah sebuah  merek  resto milik Yum! Brands Inc.  Amerika Serikat. Di negeri merah putih ini, perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan di New York Stock Exchange ini juga hadir melalui Pizza Hut.  Pertanyaannya, siapa pemilik perusahaan bernilai lebih dari Rp 300 Trilyun ini? Benarkah dimiliki oleh para kapitalis? Dimiliki oleh orang super kaya yang menguasai ekonomi dunia?

Mari kita lihat siapa pemegang saham Yum! Brands.  Ada dua jenis pemegang saham perusahaan yang di sini berpartner dengan PT Fast Food Indonesia ini yaitu investor personal dan investor institusional.  Investor personal jumlahnya jutaan orang  dengan total memegang 25,39% saham dengan prosentase kepemilikan kecil-kecil.   Investor institusional terdiri dari  945 perusahaan dengan Vanguard Group Inc. sebagai pesaham terbesar yaitu 9,36% alias senilai sekitar Rp 28T.

Vanguard Group Inc. adalah sebauh investment company (perusahaan investasi). Sebuah investment company bekerja dengan mengumpulkan dana dari masyarakat dan kemudian menginvestasikannya di berbagai perusahaan lain saperti investasi Vanguard pada Yum si pemilik KFC.  Perusahaan yang sudah berdiri di Amerika Serikat sejak tahun 1975 ini kini dipercaya oleh lebih dari 20 juta investor dari sekitar 170 negara dengan total dana kelolaan  Rp 40 ribu Trilyun lebih.

Dengan  data itu, investasi Vanguard di Yum “hanya” sebesar 0,7 % dari seluruh dana masyarakt yang dikelolanya. Dan yang mengarik lagi, tiap orang yang mempercayakan dananya di Vanguard secara matematis berkontribusi sekitar Rp 1,4 juta di Yum. Karena KFC harus berbagi dengan  Pizza Hut dan Taco Bell (salah satu merek resto milik Yum yang belum masuk Indonesia) maka kontribusi tiap orang investor Vanguard di KFC tidak sampai bernilai Rp 1 juta.

Rp 1 juta? Iya…itulah kontribusi para investor Vanguard di KFC. Dengan angka itu, apakah mereka masih disebut kapitalis?  Tentu saja bukan. KFC hadir di hampir seluruh penjuru dunia degnan mengumpulkan “uang receh” jutaan investor baik secara langsung melalui lantai bursa ataupun melalui investment company seperti Vanguard.

full4

Pembaca yang baik, perusahaan-perusahaan global penguasa pasar dunia yang juga menguasai ekonomi negeri ini pada umunya berpola seperti KFC. Mereka adalah perusahaan yang hadir di dunia secara masif.  KFC di Indonesia kini mulai hadir di berbagai kota kabupatan.  Kehadiran secara masif inilah yang makin membuat siapapun untuk ikut-ikutan menjadi pelanggannya. Fenomena crowsing effect.

Dari mana modalnya? Seperti gambaran di atas, modal mereka adalah mengumpulkan “uang receh” para investor. Di negara-negara asal perusahaan-perusahaan global seperti KFC, masyarakatnya sudah berbudaya investasi.  Mereka sudah menjadi investing society.  Artinya, setiap pegawai dan profesional sudah terbiasa menyisihkan gaji bulanannya untuk diinvestasikan baik melalui investment company seperti Vanguard maupun langsung ke perusahaan melalui lantai bursa.

Maka, jika kita tidak ingin membalas “kebobolan gawang” oleh KFC dan kawan-kawan, seluruh masyarakat harus tergerak menyisihkan sebagian gaji bulanannya untuk berinvestasi. Yang  paling sederhana adalah dengan kosep “menabung” saham. Buka akun di perusahaan sekuritas dan kemudian tiap bulan  menyisihkan paling tidak 10% gaji untuk membeli saham terpilih. Saham Alfamart misalnya, saat ini bisa dibeli degnan harga sekitar Rp 500 perlembar alias Rp 50 ribu persaham. Lakukan terus menerus agar saham terus bertambah.

Dengan memiliki saham, tiap tahun Anda akan diundang mengikuti Rapat Umum Pemegang  Saham (RUPS) untuk mengambil keputusan stratejik perusahaan seperti pengangkatan direksi dan pengesahan laporan keuangan. Tiap tahun Anda juga akan mendapatkan transferan dividen dari laba perusahaan. Bukan hanya itu, harga saham dalam jangka panjang juga cenderung terus menerus naik seiring pertumbuhan perusahaan.  Dan yang lebih menantang…..Anda bisa menjadi bagian dari kebangkitan ekonomi negeri dari penguasaan asing. Para pengusaha negeri ini butuh dana ratusan trilyun untuk bisa berekspansi ke seluruh penjuru dunia seperti KFC. Mari kita dukung mereka dengan menjadi bagian dari investing society.

*)Artikel ini pernah dimuat pada Majalah Matan, terbit di Surabaya

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print