Oleh Iman Supriyono, Konsultan Manajemen pada SNF Consulting
Malam takbir 1428 H saya pulang mudik. Kenikmatan suasana kampung halaman sudah terbayang sejak di jalan. Gurauan si sulung bersama kelima adiknya turut menjadi bumbu kenikmatan berkendara. Apapun yang ditemui di jalan bisa menjadi bahan gurauan dan diskusi. Suasana yang sangat pas untuk memberikan “wejangan” bagi anak anak.
Sebuah mobil panther warna silver memberi pelajaran menarik. Berkali-kali dari jendela mobil mulus ini terlempar sampah begitu saja. Pengemudi atau penumpangnya nampak sedang menikmati makanan ringan dan kemudian membuang sampahnya sembarangan ke jalanan.
Pelajaran nyata bagi anak-anak. Pengemudi dan penumpang mobil panther ini sedang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Mereka sedang mengotori jalan. Mereka sedang mengganggu kenyamanan orang lain. Di perkotaan, sampahnya menambah beban pekerjaan bagi petugas kebersihan jalan. Di pedesaan, sampah itu mengotori selokan, sungai, sawah, ladang dan lahan apapun yang berada di kiri kanan jalan. Mencemari lingkungan. Mengganggu kenyamanan orang lain. Merugikan orang lain. Mereka sedang melawan hadits nabi: sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. Khoiru an-naasi anfauhum li an-naasi. Jadilah orang yang bermanfaat, bukan merugikan.
Pembaca yang budiman, bermanfaat bagi sesama adalah ukuran utama dalam bisnis jangka panjang. Prinsip pertama dan mendasar: jangan berbisnis yang merugikan orang lain. Mengurangi timbangan, menipu kualitas, mencemari lingkungan, membuat laporan keuangan palsu, mark up, merusak hutan, dan sejenisnya harus dihindari dalam dunia bisnis. Jangan merugikan sesama. Jangan melanggar inti pesan hadits nabi di atas.
Prinsip kedua, jangan sampai ada potensi bisnis yang mubadzir dan tidak termanfaatkan. Sebagai gambaran, tahun 2006 lalu, PT Indofood Sukes Makmur melaporkan laba bersih sebesar Rp 661 Milyar lebih dari nilai penjualan Rp 21,9 Trilyun lebih. Produsen mie Indomie ini tidak akan bisa mencapai angka penjualan sebesar ini kecuali didukung dengan fasilitas produksi yang memadai. Fasilitas ini secara finansial tercermin jumlah asset sebesar Rp 16,1 Trilyun. Rp 8,6 Trilyun diantaranya berupa aktiva tetap (gedung, mesin-mesin pabrik, dll).
Pertanyaannya, dari mana Indofood memperoleh asset tersebut sedemikian hingga perusahaan ini bisa memberi manfaat masyarakat luas? Sekedar gambaran kemanfaatan Indofood bagi masyarakat: lapangan kerja dan nafkah bagi puluhan ribu karyawan, menu praktis yang selalu datang paling cepat menolong korban berbagai bencana alam, menu sarapan pagi murah dan praktis bagi para mahasiswa dan masyarakat umum yang buru-buru bekerja, dan sebagainya.
Simak baik-baik: uang yang disetor oleh para pemegang saham indofood ditambah seluruh laba sejak didirikan hingga akhir 2006 “hanya” berjumlah Rp 4,9 Trilyun. Lalu dari mana perusahaan ini mendapatkan uang untuk keseluruhan asset perusahaan senilai Rp 16,1 Trilyun? Jawabnya: utang. Utang Indofood pada akhir tahun 2006 adalah Rp 11,2 Trilyun. Kemanfaatan Indofood yang saat ini juga bisa Anda rasakan bisa dicapai dengan utang lebih dari dua kali lipat dari uang yang dimilikinya.
Jadi, kemanfaatan bagi sesama berarti mendayagunakan keahlian sebuah perusahaan semaksimal mungkin. Maksudnya: membeli asset yang memadai untuk memfasilitasi keahliannya. Kalau ternyata uang sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mesin, pabrik, dan modal kerja yang sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan, utang adalah solusi wajib. Bila tidak, keahlian perusahaan akan mubadzir. Inna al mubadzirina kaanuu ikhwana syayathiin. Mubadzir adalah kawan setan. Peluang untuk menjadi khoiru an-naas dikesampingkan begitu saja. Melawan hadits nabi, melawan Qur’an. Bagaimana? Utang perusahaan Anda sudah berapa kali dari modal sendiri? How high can you borrow?
Iman Supriyono ( imansupri@snfconsulting.com )
Managing Partner SNF Consulting