Senyuman Ramah Nabi… Senyuman Ramah Mbak Siti

Oleh Iman Supriyono, Konsultan Manajemen pada SNF Consulting

Ada sebuah pertanyaan menarik tentang keanggotaan pada sebuah komunitas pengusaha muslim. Penanyanya menyiratkan semangat membangun kekuatan ekonomi ummat. Wa ‘a’idu lahum mastatho’tum min quwwah….dan bersiap sedialah untuk menghadapi mereka dengan segala kekuatan. Sungguh mulia.

Pertanyaan ini mengingatkan saya pada kebiasaan seorang staf SNF Consulting tiap awal bulan….“…surat dari Mbak Siti untuk Pak Iman udah datang…..” Kebiasaan yang menunjukkan bahwa saya ada kontak spesial dengan Siti. Mungkin Siti Nurhaliza atau Siti KDI.

Waah…jangan keburu curiga deh. Lalu…siapa mbak Siti? Yaah…yang dimaksud “Mbak Siti” di sini adalah Citibank. Bank multinasional berpusat di AS ini memang selalu mengirim surat tagihan kartu kredit tiap bulan.

Sebagai konsultan bepergian adalah sebuah keharusan. Hampir di setiap bandara yang saya singgahi selalu tersedia ruang tunggu eksekutif alias executive lounge. Di sinilah “Mbak Siti” biasa menyambut dengan senyuman ramah dan hidangan istimewa setiap pemegang kartu kredit Gold atau Platinum.

Citibank yang beraset lebih dari Rp 12 000 Trilyun (bandingkan: BRI “hanya” Rp 100 Trilyun) sering masuk dalam “daftar boikot” dari para demonstrans muslim. Sungguhpun demikian, ia tetap melayani ramah termasuk kepada pendemonya. Bahkan tetap memberikan fasilitas pinjaman tanpa bunga dan tanpa bertanya apapun.

Bagaimana dengan kita? Tabassumuka fi wajhi akhika shodaqoh. Senyummu dihadapan saudaramu adalah sedekah. Inilah ajaran nabi teladan yang kini kita kenang maulid-nya. Senyuman ramah adalah sikap standar. Investor atau pebisnis tidak boleh kalah dengan “Mbak Siti”.

Mungkin Anda membantah bahwa hadits senyuman tidak ditujukan kepada orang non muslim. Coba renungkan hadits “Laa yu’minu ahadukum hatta yuhibba li akhihi ma yuhibbu li nafsihi”. Tidak beriman seseorang diantara kamu hingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Imam nawawi menjelaskan konteks ukhuwah insaniyah dari hadits ini: kalau tidak suka menjadi orang miskin, maka Anda harus memiliki tindakan nyata agar orang lain, termasuk non muslim, juga tidak jatuh miskin.

Alangkah indahnya bila Anda menjadi pengusaha atau investor yang ramah kepada setiap kalangan. Sikap seperti ini pulalah yang ditunjukkan oleh Abdurrahman bin Auf setiba di Madinah dalam hijrahnya. Beliau langsung masuk ke pasar Yahudi dan bergaul intensif melalui transaksi bisnis dengan mereka.

Keanggotaan pada sebuah komunitas pengusaha muslim akan bagus manakala tidak menjadikan eksklusif. Anda eksklusif? Coba tulislah daftar nomor telepon yang paling sering Anda kontak. Kalau hampir 100% berisi orang-orang dalam komunitas itu, Anda termasuk eksklusif.

Kita harus menyadari bahwa walaupun umat Islam 90%, porsi penguasaan asset ekonominya sangat rendah. Sebuah kondisi yang pada awal periode Madinah disikapi oleh Aburrahman Bin Auf dengan membaur ke pasar Yahudi.

Keramahan kepada kalangan yang menguasai percaturan bisnis akan menjadikan mereka merasa nyaman. Inilah yang akan memberikan penambahan asset bagi Anda yang selanjutnya menjadi al quwwah sebagaimana surat al Anfaal ayat 60. Kekuatan yang dalam tafsir Ibnu Katsir artinya adalah ar-romyu yaitu melempar jauh seperti panah pada jaman nabi atau rudal patriot pada jaman teknologi canggih ini. Tentu saja harganya sangat mahal (sekitar separuh harga pesawat Boeing 737).

Maka…tirulah “Mbak Siti” yang selalu tersenyum ramah kepada siapapun… bahkan kepada orang yang sangat membencinya. Contohlah Nabi.

Iman Supriyono ( imansupri@snfconsulting.com )

Managing partner SNF Consulting

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *