Mohon agar tidak Memberi Cindera Mata Berupa Apapun

Beberapa bulan lalu saya mendapatkan undangan resepsi pernikahan dua pasang mempelai sekaligus. Mempelai putra salah satu pasangan adalah kakak kandung dari mempelai putri pasangan yang lain. Karenanya, mulai dari akad nikah sampai resepsi, acaranya dilaksanakan secara bersama.

Mungkin, Anda pernah menerima undangan pernikahan dengan pesan tertulis “Tanpa mengurangi rasa hormat kami, mohon agar cindera mata tidak dirupakan barang”. Atau kadang kadang diberi gambar kendil alias celengan dengan maksud yang sama. Saya juga pernah beberapa kali menerima undangan dengan pesan seperti itu. Sesuatu yang mungkin sudah menjadi hal biasa. Undangan kedua pasang mempelai ini agak lain. Ada pesan kecil menarik. “Tanpa mengurangi rasa hormat kami, mohon agar tidak memberikan cindera mata berupa apapun”.

Maka, pada hari-H, ratusan undangan yang memenuhi gedung pertemuan Kodikal Bumimoro yang besar itu pun tidak membawa cindera mata. Tidak berupa barang, tidak juga berupa uang. Datang saja di acara resepsinya, mendoakan kedua pasang mempelai, menikmati hidangan mewah aneka warna….dan pulang justru dengan membawa cendera mata berupa buku karya si empunya hajat.

@@@

Kalau Anda warga Surabaya, Jogja, atau Jakarta dan pernah berurusan dengan laboratorium medis, saya yakin Anda kenal dengan Pramita. Apa hubungan jaringan laboratorium medik dengan belasan outlet ini dengan resepsi dua pasang mempelai di atas? Yaa…si empunya hajat dua mempelai tadi adalah bos Pramita Utama Diagnostic Center.

Belasan tahun lalu, ada seorang guru yang menyisihkan sebagian gajinya untuk merintis bisnis laboratorium medis. Karena kesibukannya sebagai seorang guru dan sekaligus da’i, ia tidak mungkin menjalankan rintisan bisnis sendiri. Sebagaimana rintisan bisnis lain, laboratorium medis membutuhkan perhatian penuh 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Maka, Pak Sulthon Amin, si guru itu, bekerja sama dengan Pak Sarno, sahabatnya. Pak Sulthon menyisihkan sebagian gajinya sebagai modal, Pak Sarno bekerja keras merintis dan mengembangkan Pramita. Pak Sulthon sebagai investor, Pak Sarno sebagai investee. Kerja sama inilah yang kemudian berbuah manis. Hasilnya, belasan cabang Pramita tampil sebagai laboratorium medis ternama.

Karena suatu alasan, kini kedua bersahabat ini jalan sendiri-sendiri. Keduanya berbagi asset. Kurang lebih separuh outlet menjadi hak Pak Sarno dan diberi nama Pramita Lab. Separuh yang lain menjadi hak Pak Sulthon dan kemudian diberi nama Pramita Utama Diagnostic Center. Keduanya kini berlomba-lomba untuk membuka outlet demi outlet baru.

@@@

Apa yang dilakukan oleh Pak Sulthon bisa menjadi contoh bagi Anda para pekerja. Contohlah keseriusan pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang bekerja sebagai pendidik ini sekaligus investor. Keseriusan yang kemudian juga berbuah dengan berdirinya Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM), sebuah sekolah yang cukup ternama di Surabaya. Keseriusan yang juga terekam dalam tekadnya untuk mengambil studi doktoral psikologi. Tekad untuk menjadi pendidik yang mumpuni baik secara manajerial maupun secara keilmuan.

Sebagaimana tulisan-tulisan saya sebelumnya, seorang pekerja atau profesional yang baik selalu melengkapi dirinya dengan investasi. Apalagi seorang guru yang di negeri ini gajinya tidak bisa dibilang tinggi. Konon, seorang profesor, seorang mahaguru, gajinya “hanya” sekitar Rp 3 juta perbulan. Bagaimana dengan gaji dosen atau guru yunior?

Investasi adalah menanamkan uang Anda dalam sebuah bisnis melalui orang lain. (Bila tidak melalui orang lain namanya berbisnis atau berwira usaha, bukan berinvestasi). Carilah partner yang jujur, pekerja keras, belum memiliki kebutuhan finansial yang besar, pembelajar, dan loyal. Sisihkan sebagian gaji Anda untuk membangun sebuah bisnis kecil-kecilan sebagaimana yang dilakukan oleh pak Sulthon. Pupuk berus bisnis ini dengan uang Anda dan tenaga partner Anda hingga menjadi besar. Agar Anda makin eksis sebagai profesional. Agar Anda bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan putra putri Anda kelak dengan pesan “Tanpa pengurangi rasa hormat kami, mohon agar tidak memberikan cendera mata berupa apapun”. Anda siap?

 

Iman Supriyono ( imansupri@snfconsulting.com )

Managing partner SNF Consulting

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *